Tuesday 8 March 2016

Malam Pertama [ Fiksi Pertama ]

Malam Pertama 


Astaghfirullah spontan kata – kata itu keluar dari lisanku, sambil berusaha mengatur laju napasku yang tidak beraturan, menyeka pelipis yang penuh dengan keringat, lalu berusaha membuka mataku perlahan untuk melihat jam dinding tepat diatas meja belajarku.

Jam dinding masih menunjukan pada angka 2, dini hari. Kuturunkan selimut perlahan dan menurunkan kaki ke lantai. Berjalan keluar dari kamarku menuju dapur. Kuraih salah satu tumbler1 favoritku dan mulai mengisinya dengan air hangat, kuteguk perlahan sambil mengucap Alhamdulillah.


Terdengar suara tangisan bayi dari sudut ruang, perlahan kudekati arah suara tangisan itu, semakin kudekati suaranya semakin keras. Langkahku terhenti, terhalang oleh pintu. Dan setelah kuperhatikan, “bukankah ini kamar orang tuaku?” tanyaku dalam hati. Tapi mengapa ada suara anak bayi?

Karena rasa penasaran akhirnya kucoba mengetuk pintu. Namun, tidak ada respon sama sekali. Lalu aku pun mengeraskan suara dan memanggil orang tuaku. “ Yah..Bu.. Ada bayi siapa didalam?, tolong buka pintu” setelah berulang – ulang kucoba, tetap nihil, tidak ada respon sama sekali. Suara bayi itu masih saja terdengar dari dalam. Entah kenapa cuacanya lebih dingin, dingin sehingga membuat bulu kuduk berdiri.

Karena tidak ada respon, aku hendak melangkahkan kaki dan kembali menuju kamarku, kembali tidur. Mungkin suara bayi tetangga, pikirku. Saat kucoba melangkahkan kaki, ternyata suara tangisan itu terdengar lebih keras. Sehingga tidak mungkin rasanya aku tidur dengan suara memekakan telinga seperti ini. Kucoba membuka pintu kamar orang tuaku. Loh, kenapa tidak di kunci pikirku.

Klek suara pintu kubuka, penerangan kamarnya tidak begitu jelas, terlihat merah berkat cahaya lampu tidur. Tepat di depanku terlihat ranjang dengan kelambu putih menutupinya. Saat kusibak kelambu putih itu, pupilku membesar, lidahku terasa kelu tak bisa berkata apa – apa, kakiku berat tertahan seperti ada yang mencengkramnya. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Terlihat sosok yang menciutkan nyaliku, sosok yang bukan dari dunia ini, jelas ini bukan orang tuaku.

Sepersekian detik aku mematung, akhirnya degup jantungku yang kencang memacu adrenalin melebihi batas normal. Memaksa setiap sel tubuhku untuk bergerak, menjauh, menjauh sejauh mungkin dari tempat ini.

Langkahku cepat, cepat sekali seperti atlit lari kelas dunia, kubuka pintu setiap ruang dirumah ini. Ternyata sepi, tiada penghuninya selain aku. Kuhempaskan tubuh ini ke ruang tamu, menuju sebuah pintu besar dengan 2 daun pintu. Sigap tanganku meraih gagang pintu, memutar kuncinya dan langsung keluar dengan nafas yang tersengal. Lurus ke depan tanpa sedikitpun aku menoleh.

Sial, diluar pun masih sama. Langit masih gelap dengan ditemani sinar rembulan yang temaram. Sepanjang mata memandang tak seorang pun kulihat berjalan, dan bahkan tukang nasi goreng yang biasa berjualan malam hari tak tampak batang hidungnya.

Terlintas di kepalaku, ada satu warung kopi yang berjualan hingga larut malam. Menjadi Basecamp para pemain gaple dan kartu untuk begadang. Tepatnya 500 meter diseberang perempatan gang. Tanpa berpikir panjang aku langsung melesat ke tempat itu. Berharap ada seseorang disana.

Aneh, dari kejauhan hanya terlihat seseorang yang berada di warung kopi itu. Tidak terlalu jelas sosoknya, hanya terlihat hitam dan duduk disalah satu bangku di pojokan warung. Bahkan pemilik warung kopi pun tak terlihat dari kejauhan.

Kutaruh tanganku di ujung lutut. Sambil mengatur napas yang tersengal. Sambil mengibas – ngibas bajuku yang basah oleh keringat, sekali lagi kuperhatikan dari kejauhan warung itu. “Kenapa sepi sekali?” kataku dalam hati.

Jarakku dari warung itu sekitar 100 meter lagi. “ Bang..Bang...” sapaku dengan suara lantang ke sosok hitam yang duduk di warung itu. Kupanggil lagi dengan melangkahkan kaki perlahan. Terus kuulangi sembari melangkah kedepan. Semakin kudekati, semakin terasa dingin cuaca yang kurasakan. Nada suaraku pun perlahan menurun pelan setiap memanggilnya. Sosok itu masih diam, jangankan menjawab, menoleh pun tidak.

Kira – kira berjarak 28 meter, sosok itu terlihat hitam legam, tak terlihat begitu jelas. Tetap diam dan tidak menjawab. Justru suara degup jantungku yang terdengar semakin tidak karuan. Perlahan kupaksakan mendekat. Hingga berjarak 1 meter dengan sosok itu. Saat tanganku mencoba untuk meraih tubuhnya. Tiba – tiba dia menoleh.

Spontan, aku loncat mundur kebelakang, lalu berputar 180 derajat. Melesat cepat tanpa keraguan. Dengan napas yang masih tersengal, kakiku tetap melaju kencang. Menjauh dari sosok tanpa wajah itu. Kakiku melesat cepat tanpa arah yang jelas, dan mataku terlalu takut untuk melihat kedepan. Dan tiba – tiba.

JLEBUKK.., suara tubuhku menghantam sesuatu, langkahku goyah dan akhirnya punggungku mencium jalanan. Sesak, mulut kumonyongkan begitu pula bibirku, sesak dengan bau tak sedap, bau itu masih menyelinap, akhirnya tangan kananku menekan hidungku kuat –kuat. Saat aku menoleh, terlihat sosok yang sangat tidak masuk akal di sebelahku, sosok hitam dengan wajah buruk dan busuk berbalut kain kafan. Balas menatapku tajam seperti terlihat marah.

Dengan cepat aku langsung berdiri, lagi – lagi melaju cepat, dan bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Namun, terdengar suara seperti ada yang mengikuti. Perlahan aku menoleh kebelakang, “Astaga...” sosok hitam berbalut kain kafan tadi mengejarku, loncat – loncat dengan cepat tepat dibelakangku.

Terlintas dipikiranku, mungkin ini hanya mimpi. Sambil berlari, kucoba mencubit tanganku sekuat tenaga, berharap aku terbangun dari mimpi buruk ini. Tapi ternyata nihil. Semua itu tak membuahkan hasil apapun.

Entah kenapa, aku malah berlari menuju rumahku, lagi – lagi aku berharap ini hanya mimpi, berharap setibanya dirumah, aku akan melihat tubuhku yang sedang tertidur pulas diatas ranjang kamarku. Lalu aku tinggal masuk kedalam tubuh itu dan terbangun.

Sialnya, sosok berbalut kain kafan itu masih saja mengejarku, dan bau busuknya masih saja tercium, seperti tepat berada didepanku. Rumahku sudah mulai terlihat, aku langsung mendekat. Dan sigap membuka pintu, meliuk mencari kamar tidurku.

BRAKK
... Kututup pintu kamar dan langsung menguncinya, sambil mengelus dada dan mengatur napas yang masih tersengal. Aku menoleh ke arah tempat tidurku, ternyata memang tidak ada tubuhku yang berbaring diatas kasur itu.

BUKK..BUKK..BUKK.. Terdengar suara sesuatu menghantam pintu kamarku, seperti ingin mendobrak masuk. Ah iya, aku teringat dengan sosok berbalut kain kafan yang mengejarku. Kuberanikan diri untuk mengintip dari lubang pintu, Aku terperanjat, tubuhku berkeringat tanpa sebab, mulutku terperangah. Aku tak percaya apa yang kulihat. Karena sosok berbalut kain kafan itu, menghantamkan kepalanya untuk mendobrak pintu kamarku. Terus, tiada henti.

Aku hanya duduk termangu, menutup kedua telingaku, mendekap erat kedua kakiku, dan berusaha memejamkan kedua mataku. Degup jantungku tak pernah sekacau ini, takikardia3 aku dibuatnya. Suara hantaman itu terus terdengar meski sudah kucoba menutup telingaku.

Aku berharap pingsan saja, sialnya kesadaranku masih compos mentis2. Rasanya sungguh tidak karuan, takut bercampur lelah yang sangat menyesakkan.

Tiba – tiba ada sesuatu menyentuhku sambil berkata “Bangun! bangun!..Huda, siap – siap ke masjid.” Ternyata dia adalah satria, teman baruku. Perlahan kubuka mata dan melihat sekeliling, terdapat banyak orang yang berganti pakaian dan memakai sarung. Lalu di luar terlihat beberapa orang yang berkeliling menggedor – gedor pintu dan kaca, berteriak - teriak istaqimu4.

Alhamdulillah, ternyata aku memang bermimpi. Suara keras itu hanya isyarat untuk membangunkan seluruh penghuni asrama. Agar bangun dan siap – siap ke masjid untuk shalat subuh berjama’ah. Aku menanggalkan pakaianku yang penuh dengan keringat, mengganti pakaian dan langsung menuju masjid bersama  teman. Sungguh tragis, malam pertamaku disambut dengan mimpi buruk.


note:



1.Tumbler adalah istilah untuk sebuah botol tempat minum
2. Compos Mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya.
3. Takikardia adalah denyut jantung yang cepat, biasanya didefinisikan sebagai lebih besar dari 100 denyut per menit.
4. Istaqimu, kata perintah (pi'il amr) dalam Bahasa Arab artinya bangun!.. untuk orang yang banyak.
















2 comments:

rangga.exe said...

EYDnya boleh diperhatikan, pemakaian ku, mu, nya yang benar bagaimana?

Unknown said...

Terima kasih sarannya, baik saya akan terus mencoba belajar EYD. doakan bisa segera bisa mempraktekannya ya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...